Pajak Pengajar: Dasar Hukum, Tarif & Contoh Cara Hitung

Profesi pengajar memiliki peran penting dalam masyarakat, karena memastikan ilmu pengetahuan dan keterampilan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Selain peran penting tersebut, pengajar juga memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Artikel ini akan membahas dasar hukum perpajakan bagi pengajar, jenis-jenis status pekerjaan pengajar, serta contoh cara menghitung pajak pengajar.

Dasar Hukum Pajak Pengajar

Perlakuan perpajakan terhadap profesi pengajar diatur oleh berbagai undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dasar hukum ini memberikan panduan bagi pengajar untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat dan benar.

  • Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)
    Dasar hukum pengenaan pajak bagi profesi pengajar diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Perubahan ini bertujuan untuk menyelaraskan berbagai peraturan perpajakan guna meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam sistem perpajakan.

  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak
    Selain UU PPh, ada juga peraturan turunan yang relevan, seperti Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Peraturan ini memberikan panduan teknis tentang bagaimana pajak penghasilan dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemberi kerja.

  • Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
    Untuk pengajar yang bekerja secara mandiri dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebagai dasar penghitungan pajak. Perdirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 mengatur penggunaan NPPN, yang memudahkan pengajar mandiri dalam menghitung pajak penghasilan.

Jenis Pengajar Berdasarkan Status Pekerjaan

Pengajar dapat dikategorikan berdasarkan status pekerjaannya, yaitu sebagai pegawai tetap, pegawai kontrak, atau bukan pegawai. Setiap kategori memiliki perlakuan perpajakan yang berbeda sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pengajar Pegawai Tetap

Pengajar pegawai tetap adalah pengajar yang bekerja secara tetap di sebuah lembaga pendidikan dan menerima penghasilan secara teratur. Nantinya, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dipotong langsung oleh institusi tempat pengajar bekerja.

Contoh Penghitungan PPh 21 untuk Pengajar Pegawai Tetap

Misalnya, seorang guru tetap di sebuah sekolah menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Institusi pendidikan akan memotong PPh 21 berdasarkan tarif yang berlaku.

  • Penghasilan Bruto: Rp10.000.000
  • Biaya Jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000): Rp500.000
  • Penghasilan Neto: Rp9.500.000
  • PTKP (untuk status lajang): Rp4.500.000
  • Penghasilan Kena Pajak: Rp5.000.000
  • Pajak Terutang (tarif 5%): Rp250.000

Pengajar Kontrak

Pengajar kontrak bekerja berdasarkan kontrak dengan jangka waktu tertentu dan menerima penghasilan secara teratur. Sama seperti pegawai tetap, pengajar juga dikenakan PPh 21.

Contoh Penghitungan PPh 21 untuk Pengajar Kontrak

Misalnya, seorang dosen kontrak menerima honorarium sebesar Rp12.000.000 per bulan. Penghitungan PPh 21 adalah sebagai berikut:

  • Penghasilan Bruto: Rp12.000.000
  • Biaya Jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000): Rp500.000
  • Penghasilan Neto: Rp11.500.000
  • PTKP (untuk status kawin tanpa tanggungan): Rp4.875.000
  • Penghasilan Kena Pajak: Rp6.625.000
  • Pajak Terutang (tarif 5%): Rp331.250

Pengajar Bukan Pegawai

Pengajar bukan pegawai adalah pengajar yang bekerja secara mandiri dan tidak terikat pada satu lembaga pendidikan secara tetap. Tak ada salahnya untuk menjalankan usaha atau kegiatan mengajar secara mandiri, seperti mengelola bimbingan belajar (bimbel) yang tidak berbentuk badan.

Contoh Penghitungan Pajak untuk Pengajar Bukan Pegawai

Pengajar bukan pegawai dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Misalnya, seorang pengajar mandiri menerima penghasilan Rp15.000.000 per bulan dari kegiatan bimbingan belajar.

  • Penghasilan Bruto: Rp15.000.000
  • Norma Penghitungan Penghasilan Neto (misalnya 50%): Rp7.500.000
  • Penghasilan Neto: Rp7.500.000
  • PTKP (untuk status kawin dengan satu tanggungan): Rp5.400.000
  • Penghasilan Kena Pajak: Rp2.100.000
  • Pajak Terutang (tarif 5%): Rp105.000

Jenis Pajak Penghasilan Pajak Pengajar

Pengajar sebagai profesi memiliki beberapa jenis pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dipahami dan dipenuhi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis PPh yang berlaku untuk pengajar berdasarkan status pekerjaan.

  • PPh Pasal 21
    PPh Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pengajar yang berstatus pegawai tetap atau kontrak biasanya dikenakan PPh Pasal 21.

  • PPh Pasal 26
    PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia. Ini bisa berlaku bagi pengajar asing yang bekerja di Indonesia. Tarif PPh Pasal 26 adalah 20% dari jumlah bruto penghasilan, kecuali ditentukan lain oleh perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
  • Baca selengkapnya Apa itu Pajak Berganda? Ini Contoh Kasusnya!

Tata Cara Kelola Pajak Pengajar

Mengelola pajak bagi profesi pengajar memerlukan pemahaman yang mendalam tentang prosedur yang harus diikuti. Berikut adalah panduan praktis mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak bagi pengajar.

  • Pemotongan Pajak
    Pemotongan pajak dilakukan oleh pemberi kerja (institusi pendidikan) atau oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada pengajar. Pemotongan dilakukan setiap kali pembayaran penghasilan dilakukan.

  • Penyetoran Pajak
    Pajak yang telah dipotong harus disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos. Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

  • Pelaporan Pajak
    Setelah pemotongan dan penyetoran pajak dilakukan, pemberi kerja harus melaporkan pajak tersebut ke kantor pajak. Laporan ini harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Kesimpulan

Profesi pengajar memiliki tanggung jawab perpajakan yang harus dipenuhi, baik berstatus pegawai tetap, pegawai kontrak, maupun bukan pegawai. Penting bagi setiap pengajar untuk memahami dasar hukum perpajakan, jenis pajak yang berlaku, serta tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Dengan memahami kewajiban perpajakan ini, pengajar dapat menjalankan profesi dengan lebih tenang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.