Apa itu Penyusutan Fiskal?

Belum banyak diketahui tentang konsep yang mendasari kewajiban perpajakan dalam bentuk penyusutan fiskal. Penyusutan ini menjadi salah satu elemen krusial yang perlu dipahami oleh setiap pelaku bisnis.

Dalam perjalanan merintis usaha, pemahaman yang baik terhadap aspek perpajakan, termasuk penyusutan fiskal, menjadi sebuah keharusan. Kita sebagai warga negara yang baik tentu harus mematuhi aturan-aturan negara, termasuk ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pengertian Penyusutan Fiskal

Penyusutan fiskal dapat dijelaskan sebagai proses penyusutan aset berwujud berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Dasar hukum untuk penyusutan ini terdapat dalam Pasal 11 UU PPh, yang mengakomodasi dua metode utama, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun.

Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun

Metode garis lurus, seperti namanya, adalah metode yang memberikan penurunan nilai aset secara linier setiap tahunnya. Metode ini sering diterapkan pada harta berwujud bukan bangunan. Sementara itu, metode saldo menurun memberikan penurunan nilai yang lebih besar di awal masa manfaat, namun semakin mengecil seiring berjalannya waktu.

Jenis aset yang terkena penyusutan fiskal meliputi harta berwujud berupa bangunan dan bukan bangunan. Penyusutan fiskal pada bangunan terbatas pada metode garis lurus, sedangkan aset bukan bangunan dapat menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun.

Sistem Perhitungan Penyusutan Fiskal

Menurut Pasal 11 Ayat (4) UU PPh, wajib pajak memiliki kebebasan untuk melakukan penyusutan aset yang digunakan untuk menagih, mendapatkan, serta merawat penghasilan. Namun, persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak perlu diperoleh, terutama ketika alat yang digunakan untuk menghasilkan produk sudah mulai beroperasi.

Setiap perusahaan juga memiliki kebijakan sendiri terkait penentuan masa manfaat aset yang dimiliki. Masa manfaat ini, yang mungkin tidak selalu sesuai dengan ketentuan undang-undang, harus direkonsiliasi secara fiskal. Hasilnya adalah perhitungan pajak yang harus dibayarkan setelah mengalami penyusutan.

Baca juga: Manfaat Rekonsiliasi Fiskal Pajak untuk Pebisnis Logistik

Tarif Penyusutan Fiskal

Pasal 11 Ayat (11) UU PPh memberikan klasifikasi terhadap aset berwujud yang bukan bangunan sesuai dengan masa guna yang telah ditetapkan. Tarif penyusutan fiskal ditetapkan berdasarkan kelompok aset, masa guna, dan metode penyusutan. Sebagai contoh:

  • Kelompok 1
    • Masa guna sekurang-kurangnya 4 tahun.
    • Tarif ayat 1: 25%, ayat 2: 50%.

  • Kelompok 2
    • Masa guna sekurang-kurangnya 8 tahun.
    • Tarif ayat 1: 12,5%, ayat 2: 25%.

  • Kelompok 3
    • Masa guna sekurang-kurangnya 16 tahun.
    • Tarif ayat 1: 6,25%, ayat 2: 12,5%.

  • Kelompok 4
    • Masa guna sekurang-kurangnya 20 tahun.
    • Tarif ayat 1: 5%, ayat 2: 10%.

Dalam penyusutan fiskal bangunan, terdapat perbedaan tarif antara bangunan permanen (20 tahun, 5%) dan tidak permanen (10 tahun, 10%).

Contoh Penghitungan

Mari kita lihat contoh sederhana penghitungan penyusutan fiskal dengan studi kasus:

Sarwan baru saja membeli satu unit komputer pada awal bulan ini seharga Rp.14.000.000. Dengan data ini, mari hitung penyusutan fiskal menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun.

Metode Garis Lurus

  • Harga aset saat membeli x 25% (tarif kelompok 1 ayat 1).
  • Hasil: Rp14 juta x 25% = Rp3.500.000.

Metode Saldo Menurun

  • Penyusutan awal tahun: Rp14 juta x 50% = Rp7 juta.
  • Penyusutan di tahun berikutnya: (Rp14 juta – Rp7 juta) x 50% = Rp3.500.000.

Contoh ini memberikan gambaran nyata bagaimana perhitungan penyusutan fiskal dilakukan dengan metode yang telah dibahas.

Dengan mengunjungi https://trusttaxconsultant.com/konsultan-pajak-denpasar/, Anda telah mengambil langkah cerdas menuju pemahaman mendalam tentang cara menghitung penyusutan fiskal. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi layanan konsultan pajak yang profesional dan berkomitmen untuk membantu mengoptimalkan kewajiban pajak.

Jenis-jenis Aset yang Terhitung

Dalam konteks perpajakan, pemahaman mengenai jenis-jenis aset yang terkena penyusutan fiskal sangat penting. Berikut klasifikasi atau kelompok aset dan dampaknya pada kewajiban perpajakan.

  • Kelompok 1
    Jenis usaha mikro-kecil, pertanian, perikanan, perkebunan, agribisnis dengan tenaga manusia, industri makanan dan minuman, transportasi, industri semi konduktor, jasa persewaan peralatan tambat air dalam, dan jasa telekomunikasi seluler.

  • Kelompok 2
    Mebel, perabotan rumah tangga, alat-alat elektronik, kendaraan seperti bus, truk, mobil, kontainer, kapal, agribisnis dengan teknologi atau mesin, produksi makanan dan minuman dengan tenaga mesin, industri mesin, perkayuan kehutanan, dan konstruksi.

  • Kelompok 3
    Pertambangan bukan minyak dan gas, pemintalan, penenunan, pencelupan, industri perkayuan, industri kimia, industri mesin, industri transportasi, dan usaha telekomunikasi.

  • Kelompok 4
    Usaha konstruksi besar dan transportasi dengan aset seperti kereta, kapal, feri, pesawat, dok, dan lainnya.

Dengan mengetahui jenis-jenis usaha yang terkena penyusutan fiskal sesuai dengan UU dan PMK, pemahaman mengenai perpajakan dapat diperluas.

Baca juga: Ketentuan Koreksi Fiskal atas Pembentukan Dana Cadangan

Kesimpulan

Penyusutan fiskal adalah konsep penting dalam perpajakan yang mempengaruhi banyak aspek keuangan perusahaan. Dengan memahami dasar hukum, metode perhitungan, tarif, dan jenis-jenis aset yang terkena, pelaku bisnis dapat mengelola penyusutan fiskal mereka secara efektif. Ini bukan hanya sekadar kewajiban perpajakan, tetapi juga merupakan elemen strategis dalam perencanaan keuangan perusahaan.

Pemahaman yang baik tentang penyusutan fiskal membantu perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab perpajakannya dengan tepat, mengoptimalkan manfaat fiskal, dan menjaga kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

Seiring dengan perubahan regulasi dan perkembangan bisnis, pemahaman ini menjadi semakin penting untuk mencapai kesuksesan jangka panjang. Oleh karena itu, setiap pelaku bisnis dan profesional keuangan disarankan untuk terus memperdalam pengetahuannya dalam bidang ini guna menjaga kesehatan keuangan perusahaan dan memaksimalkan potensi pertumbuhan.