NIK gantikan NPWP telah menjadi peraturan resmi setelah DPR mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pengesahan tersebut telah terselenggara pada hari Kamis, & Oktober 2020, lalu.
Namun, apakah hal ini menjadikan semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang ber-KTP merupakan Wajib Pajak PPH (Pajak Penghasilan)?
Melansir dari pernyataan yang terlontar langsung dari Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), penetapan peraturan baru ini tidak lantas membuat WNI wajib membayar Pajak Penghasilan.
Menkumham tersebut juga memberitahukan, apabila pemerintah akan tetap mempertimbangkan kelengkapan syarat, baik subjektif maupun objektif dalam menetapkan warganya menjadi seorang WajiB Pajak (WP).
Apa yang Menjadi Tujuan Utama NIK Gantikan NPWP?
Tentunya pemerintah tidak akan mengeluarkan peraturan tanpa ada maksud atau alasan yang melandasi. Termasuk dalam pemberlakukan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai pengganti NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ini, pemerintah juga sudah membulatkan pilihannya.
Dengan adanya kebijakan NIK merangkap fungsi sebagai NPWP, maka akan sangat mempermudah dari segi pemantauan Wajib Pajak (WP), begitulah kiranya pernyataan dari Dolfie OFP selaku Wakil Ketua Komisi XI DPR.
Harapannya, keputusan ini dapat memberikan pengaruh yang positif di mata masyarakat dalam penerimaan pajak negara, terutama golongan pribadi.
Sedangkan menanggapi hal ini, Yasonna Laoly, juga angkat bicara. Menurutnya, pelibatan NIK dalam perpajakan akan mempermudah urusan seorang Wajib Pajak, di sisi NIK adalah identitas diri yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Dengan adanya kebijakan dimana NIK gantikan NPWP pribadi, maka akan membuka kemungkinan para Wajib Pajak bisa lebih mudah dalam merampungkan urusannya.
Di sisi lain mereka juga akan menjalankan dengan tertib hak dan kewajiban mereka dalam perpajakan,” tutur Yasonna Laoly.
Baca Juga : Informasi layanan kami jasa konsultan pajak Jogja. Dijamin berpengalaman dan sudah dipercaya memberikan yang terbaik kepada semua customer.
Persyaratan Warga Negara yang Menjadi Wajib Pajak (WP)
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR RI dalam sidang paripurna Kamis lalu, pemerintah menaikkan tarif batas untuk Penghasilan Kena Pajak pribadi menjadi 60 juta rupiah yang dulunya hanya 50 juta rupiah, sedangkan besar tarif PPh-nya adalah 5 persen setiap tahun.
Di samping itu, pemerintah turut menaikkan pula pada lapisan teratas Pajak Penghasilan (PPh) pribadi, yakni untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) lebih dari 5 miliar rupiah. Maka akan dikenakan PPh sebesar 3 persen.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa simak perincian yang sudah kami buat terkait batas dan tarif PPh di bawah ini.
Penghasilan yang sudah tembus angka 60 juta rupiah akan dikenakan PPh dengan tarif sebesar 5 persen. Kedua,
Penghasilan yang lebih dari 60 juta rupiah hingga 250 juta rupian dikenai PPh dengan tarif 10 persen.
Ketiga, Penghasilan yang nominalnya melebihi 250 juta hingga 500 juta rupiah, akan dikenai PPh dengan tarif sebesar 25 persen.
Untuk penghasilan di atas 500 juta rupiah hingga miliar rupiah akan dikenai PPh sebesar 30 persen. Sedangkan untuk yang berpenghasilan lebih dari 5 miliar, maka akan dikenakan tarif Pajak Penghasilannya sebesar 35 persen.
Terkait RUU HPP
Membahas perihal Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, ada beberapa poin utama yang harus masyarakat ketahui.
Ini masih sebagian informasi terkait NIK gantikan NPWP. Ya, mulai Kamis itu, Nomor Induk Kependudukan yang tertera di KTP ataupun KK sah mengalihfungsikan NPWP.
Terobosan baru para pembesar negara ini tentunya diharapkan bisa mempermudah WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai WP itu sendiri.
Menkumham Yasonna Laoly, mengungkapkan bahwa usulan dari DPR RI ini adalah untuk mengintegrasikan antara basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan negara.
Dalam pengesahan hal ini, sebelumnya diketahui RUU HPP mengandung enam poin penting yang tersusun atas 9 BAB dan 19 pasal.
Adapun BAB dan pasal-pasal tersebut akan terisi oleh sejumlah peraturan yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU Perpajakan.
Mulai dari Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Undang-undang Cukai, Program Pengungkapan Sukarela (PPS), serta yang terakhir akan ada peraturan terkait pengenaan pajak karbon.
RUU HPP kemudian disahkan pada hari Kamis membawa sejumlah isi yang sudah kami rinci di bawah ini. Inilah isi yang termuat di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan seperti yang disampaikan oleh Dollfie, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
1. Tentang Penggunaan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Dengan adanya pengintegrasian penggunaan NIK gantikan NPWP semacam ini, maka akan mempermudah WP Indonesia, terutama WP orang pribadi. Maka dari itu, bisa dikatakan program ini akan mempermudah kinerja dan aktivitas dalam mendata penduduk sebagai Wajib Pajak.
2. Sehubungan dengan Eksistensi Penagihan Pajak Global Kerjasama Bantuan
Penagihan pajak antar negara akan pemerintah laksanakan dengan cara bekerja sama dengan negara mitra secara resiprokal (saing balas, kerja sama). Hal ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya mewujudkan peran aktif Negara Indonesia dalam kancah Internasional.
Ketentuan Tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Selain ada ketetapan NIK gantikan NPWP sidang paripurna pengesahan UU HPP juga membahas PPh:
1. Terdapat perubahan pada lapisan bawah tarif PPh Orang Pribadi, menjadi Rp 60 juta, sebelumnya adalah 50 juta.
2. Terdapat kenaikkan tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribad hingga 35 persen untuk PKP melebihi angka 5 miliar rupiah per tahunnya. Hal ini juga diikuti dengan penambahan batas peredaran bruto tidak kena pajak untuk golongan UMKM.
3. Pengaturan ulang terkait dengan besarnya tarif PPh Badan 22 persen untuk mendukung penguatan basis pajak.
4. Terdapat pengaturan tetak unik dan amortisasi.
Saat Sidang Paripurna, Dollfie menyatakan kebijakan tersebut diambil tidak lain dengan mempertimbangkan perlindungan untuk UMKM serta masyarakat kecil.
Sehingga berlakunya kebijakan ini sangat diharapkan bisa mencerminkan keadilan bagi para WP Indonesia.
Ketentuan Tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Komitmen keterlibatan masyarakat kalangan bawah dalam pemberian fasilitas PPN atas kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa pendidikan dan pelayanan sosia masih dikedepankan.
Hal ini menjadi salah satu wujud adanya andil DPR sebagai wakil rakyat dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia.
Di samping adanya peraturan NIK gantikan NPWP, akan ada perkenalan skema PPN di dalam sektor tertentu sehingga akan memudahkan para pelaku UMKM.
Hal ini juga dimaksudkan agar bisa menyesuaikan tarif PPN secara bertahap dalam kurun waktu hingga tahun 2025 mendatang, ungkap Dollfie, kala itu.
Terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak
Hal ini dimaksudkan untuk mendukung adanya peningkatan ketaatan masyarakat, Panja juga telah merancang PPSWP (Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak). Program ini memberikan celah bagi para WP yang mempunyai niat baik untuk taat dan tergabung ke dalam sistem perpajakan Indonesia.
Dengan masih sepenuhnya mempertimbangkan keadilan terhadap semua Wajib Pajak, program ini harapannya mampu memotivasi WP untuk sukarela dalam menaati kewajiban payang yang telah diembannya.
Tujuan PPS yang sebenarnya adalah untuk menambah kepatuhan sukarela para WP yang terselenggara berlandaskan asas kesederhanaan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Nantinya, PPS ini akan berlaku pada 1 januari dan 30 Juni 2022.
Pajak Karbon
Sebagai komitmen dengan terhadap lingkungan, perubahan iklim, menurunnya emisi gas rumah, selain penetapan NIK gantikan NPWP, UU HPP juga menetapkan penyusunan peta jalan pajak karbon dan pasar karbon bersama DPR.
Kemudian ada penetapan subjek, objek, tarif pajak karbon, serta insentif wajib pajak yang berpartisipasi dalam emisi karbon.
Ketentuan Perihal Cukai
Penegasan terkait pelanggaran administratif serta prinsip ultimatum penyidikan pada tindak pidana dengan adanya penerimaan negara dan kepastian hukum. Harapannya, dengan pemberlakuan ini, bisa mendukung restoratif keadilan terutama di bidang pajak.
Itulah sekilas pembahasan terkait adanya peraturan NIK gantikan NPWP dan beberapa peraturan yang disahkan melalui UU HPP kamis lalu. Semoga dengan ini, masyarakat menjadi lebih tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai Wajib Pajak.