Pajak menjadi aspek krusial dalam setiap bidang usaha, termasuk dalam industri jasa freight forwarding. Freight forwarding, sebagai jasa pengurusan transportasi barang, memiliki kewajiban perpajakan yang perlu dipahami dengan baik oleh pelaku usaha di dalamnya.
Artikel ini akan membahas secara rinci ketentuan perpajakan yang terkait dengan jasa freight forwarding, melibatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23).
Pengenalan Jasa Freight Forwarding
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015, jasa freight forwarding mencakup berbagai kegiatan untuk memfasilitasi pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan/atau udara. Segmen usaha ini terdiri dari empat bagian utama, yaitu Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), Jasa Pengurusan Transportasi Murni (JPT), Trucking, dan Pergudangan.
Dalam konteks perpajakan, jasa freight forwarding tunduk pada dua jenis pajak utama: PPN dan PPh 23. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai perhitungan dan ketentuan kedua pajak ini.
Baca juga: Manfaat Rekonsiliasi Pajak untuk Pebisnis Logistik
PPN atas Jasa Pengurusan Transportasi
Berdasarkan PMK Nomor 121/PMK.03/2015, PPN atas jasa pengurusan transportasi dihitung sebesar 1% dari total tagihan, dengan dasar pengenaan pajak (DPP) dihitung dari biaya transportasi. Rumus untuk menghitung besaran PPN adalah sebagai berikut:
PPN = Tarif PPN × Nilai Lain sebagai DPP
PPN = 1% × 10%
PPN = 0,1%
Sebagai contoh, PT Maju Terus, sebuah perusahaan jasa pengurusan transportasi, mendapatkan order dari PT Sinar Benderang dengan nilai transaksi sebesar Rp30 juta. Berikut adalah perhitungan PPN:
DPP = 10% × Besar Tagihan
DPP = 10% × Rp30,000,000
DPP = Rp 3,000,000
PPN = 1% × DPP
PPN = 1% × Rp 3,000,000
PPN = Rp 30,000
Dengan demikian, PT Maju Terus harus membayarkan PPN sebesar Rp30,000 kepada PT Sinar Benderang.
Dengan ini kami mengajak Anda untuk mencoba layanan konsultan pajak terbaik di Jogja melalui https://trusttaxconsultant.com/jasa-konsultan-pajak-jogja/. Jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan profesional dalam mengelola pajak jasa freight forwarding. Kami yakin, dengan keberlanjutan pelayanan terpercaya dari Trust Tax Consultant, Anda dapat mengoptimalkan potensi bisnis Anda dan mengurangi beban administratif pajak.
PPh 23 Jasa Freight Forwarding
Jasa freight forwarding juga tunduk pada PPh Pasal 23 sebesar 2% dari nilai bruto. Terdapat dua metode pembayaran yang dapat dipilih oleh pemilik usaha: reimbursement dan reinvoicing.
Metode Reimbursement
Jika menggunakan metode reimbursement, pemilik jasa menyediakan invoice dan bukti pembayaran pada pihak ketiga. Dokumen tersebut bukan bagian dari jasa freight forwarding dan tidak menjadi objek PPh 23. Oleh karena itu, pengguna jasa harus membayar mereka sebagai pembayaran reimbursement.
Metode Reinvoicing
Pada metode reinvoicing, pengguna jasa memotong atau memungut PPh 23 dari total tagihan. Namun, DPP PPh 23 dan PPN harus memiliki nilai yang sama. Pajak masukan yang terkait dengan penyerahan jasa oleh pemilik usaha tidak dapat dikreditkan.
Rumus untuk menghitung PPh 23 adalah sebagai berikut:
PPh 23 = Nilai Bruto × Tarif PPh 23
Jika pelaku jasa tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tarif PPh 23 menjadi 4%. Berikut adalah contoh perhitungan PPh 23:
PPh 23 = Nilai Bruto × 2%
PPh 23 = Rp 30,000,000 × 2%
PPh 23 = Rp 600,000
Sebagai ilustrasi, PT Maju Terus mengeluarkan invoice sebesar Rp30 juta kepada PT Sinar Benderang. Jika biaya ekspedisi adalah Rp30 juta, perhitungan PPh 23 adalah:
PPh 23 = Nilai Bruto × 2%
PPh 23 = Rp 30,000,000 × 2%
PPh 23 =Rp 600,000
Maka, PT Maju Terus harus membayar PPh 23 sebesar Rp600,000 dan mengeluarkan bukti potong untuk PT Sinar Benderang.
Kewajiban e-Bupot dalam Jasa Freight Forwarding
Sejak 1 Agustus 2020, pemilik usaha jasa pengurusan transportasi wajib menggunakan e-Bupot untuk membuat dan menerbitkan bukti potong PPh 23 secara elektronik. Direktorat Jenderal Pajak menganjurkan hal ini sebagai langkah menuju administrasi perpajakan yang lebih efisien.
Dengan demikian, perusahaan jasa freight forwarding yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengikuti ketentuan e-Bupot untuk melaporkan dan membayar PPh 23.
Baca juga: Tarif & Contoh Cara Hitung Pajak Penghasilan Pasal 23
Kesimpulan
Pajak dalam jasa freight forwarding merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan. Pemahaman yang baik terhadap ketentuan perpajakan, seperti PPN dan PPh 23, sangat penting untuk menjaga kepatuhan perusahaan dan menghindari masalah hukum. Dengan menggunakan rumus perhitungan yang tepat, perusahaan dapat memastikan bahwa pembayaran pajak dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai sektor usaha yang tak terpisahkan dari kegiatan impor dan ekspor, jasa freight forwarding memegang peran penting dalam memperlancar arus barang di tingkat global. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap aspek perpajakan dalam industri ini menjadi kunci kesuksesan dan keberlanjutan operasional. Semoga artikel ini memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat dalam menghadapi aspek perpajakan jasa freight forwarding.